Pada
saat ini nelayan dan pengusaha perikanan tangkap dipusingkan dengan
harga bahan bakar minyak yang cukup tinggi dan ditambah lagi semakin
sulit atau jauh mencari daerah penangkapan ikan. Dengan keadaan seperti
ini tentu sangat diperlukan untuk mencari alternatif jenis alat tangkap
yang pengopeasiannya hemat energi (bahan bakar minyak) dimana set net
kemungkinan dapat dikembangkan. Set net atau sero jarring adalah sejenis
alat tangkap ikan bersifat menetap dan berfungsi sebagai perangkap ikan
dan biasanya dioperasikan di perairan pantai. Ikan umumnya memiliki
sifat beruaya menyusuri pantai, pada saat melakukan ruaya ini kemudian
dihadang oleh jaring set net kemudian ikan tersebut tergiring masuk ke
dalam kantong. Ikan yang telah masuk ke dalam kantong umumnya akan
mengalami kesulitan untuk keluar lagi sehingga ikan tersebut akan mudah
untuk ditangkap dengan cara mengangkat jarring kantong. Satu unit set
net terdiri dari beberapa bagian yakni penaju (leader net), serambi (trap/play ground), ijeb-ijeb (entrance) dan kantong (bag/crib).
Jenis
alat tangkap set net banyak dioperasikan oleh nelayan di Jepang sejak
ratusan tahun yang lalu dengan berbagai ukuran yakni kecil, sedang, dan
besar. Set net berukuran kecil umumnya dengan panjang penaju kurang dari
500 m dipasang pada kedalaman perairan kurang dari 20 m, sedang yang
berukuran besar memiliki panjang penaju antara 4000-5000 m dan dipasang
pada perairan dengan kedalaman antara 30 – 40 m. Berbagai jenis ikan
yang tertangkap oleh set net di Jepang antara lain: sardine, ekor
kuning, salmon, dan tuna. Produksi perikanan dari hasil tangkapan set
net di Jepang dapat mencapai 3 % dari produksi total dari hasil
tangkapan perikanan laut.
Di
Indonesia terdapat berbagai jenis alat tangkap sejenis set net seperti
jermal, sero, ambai, belat dan perangkap lainnya. Perbedaan jenis alat
tangkap ini dengan set net adalah bahan yang digunakan yakni sebagian
besar dari bambu, kecuali bagian kantong yang terbuat dari jaring. Jenis
ikan yang tertangkap juga berbeda dimana alat tangkap perangkap (trap)
di Indonesia umumnya menangkap jenis ikan demersal seperti layur, petek
dan sebagian jenis ikan pelagis seperti sardine dan tembang. Namun pada
prinsipnya hampir sama yakni menghadang ruaya ikan kemudian diarahkan
masuk ke dalam perangkap/trap dan akhirnya ke kantong.
Uji Coba Set Net di Indonesia
Perikanan set net di Indonesia baru dalam taraf penelitian atau uji coba
dan belum dikembangkan oleh nelayan secara komersial. Uji coba alat set
net pertama kali dilakukan oleh Balai Riset Perikanan Laut/Balai
Penelitian Perikanan Laut di perairan Pacitan Jawa Timur pada tahun
1981. Pada tahun yang sama dilakukan juga uji coba di perairan
Bajanegara Banten, kemudian diikuti uji coba di Prigi Jawa Timur pada
tahun 1982 dan di perairan Selat Sunda, Banten pada tahun 1990 dan 1993.
Set net yang diujicoba berukuran relatif kecil dengan panjang penuju
antara 100-300 m dan dipasang di perairan pantai dengan kedalaman kurang
dari 10 m.
Pada
saat uji coba dilakukan penangkatan hasil tangkapan ikan dari kantong
setiap hari. Rata-rata hasil tangkapan ikan berkisar antara 20-30
kg/angkat. Hasil tangkapan tertinggi pernah mencapai 100 kg/angkat pada
saat dilakukan uji coba di Pacitan. Jenis ikan yang tertangkap saat itu
didominasi oleh ikan demersal yang beruaya mengikuti pergerakan pasang
surut seperti ikan layur, petek, mata besar dan sebagian ikan pelagis
sejenis sardine.
Selanjutnya
kegiatan ujicoba set net juga dilakukan oleh Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan IPB bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap di perairan Sorong Papua Barat pada tahun 2006. Tipe set net
yang diujicoba hampir sama dengan uji coba sebelumnya namun memiliki
ukuran yang lebih besar (penaju sekitar 500 m) dan dipasang di perairan
yang lebih dalam (lebih dari 20 m).
Kelebihan dan Kelemahan Set Net
Kelebihan
-
Hemat bahan bakar karena alat dipasang menetap sehingga kapal tidak perlu berlayar jauh untuk mencari daerah penangkapan.
-
Jaring set net yang terpasang di laut dapat digunakan sebagai tempat berlindung (shelter) ikan-ikan yang berukuran kecil sehingga tidak dimakan predator.
-
Hasil tangkapan ikan relatif segar/masih hidup dan dapat diangkat/diambil sesuai dengan kebutuhan pasar.
-
Mudah dipindahkan dibanding dgn jenis trap yang ada di Indonesia.
-
Sangat sesuai untuk pengembangan usaha perikanan skala menengah kebawah.
Kelemahan
-
Hasil
tangkapan set net sangat tergantung pada ruaya ikan sehingga untuk
memasang set net harus diketahui jalur ruaya ikan terlebih dulu.
-
Jika digunakan penaju (lead net) cukup panjang akan mengganggu alur pelayaran kapal dan juga pengoperasian alat tangkap lain.
-
Tidak semua ikan tertangkap di dalam kantong, kadang-kadang tertangkap juga secara “gilled or entangled” di bagian penaju (lead net) atau serambi (trap net) terutama yang menggunakan bahan jarring sehingga diperlukan pekerjaan tambahan untuk memeriksa bagian tersebut.
-
Jaring harus sering dibersihkan terutama bagian kantong karena banyak ditempeli oleh kotoran dan teritip.
Kemungkinan Pengembangannya
Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan memiliki garis pantai sekitar
81.000 km dengan berbagai teluk dan semenanjung. Dengan topografi
seperti ini maka wilayah perairan laut Indonesia sangat potensial untuk
dikembangkan perikanan set net. Beberapa hal penting yang harus
diperhatikan sebelum pemasangan set antara lain: ketersedian sumber daya
ikan yang menjadi tujuan penangkapan, pola ruaya ikan yang menjadi
tujuan penangkapan, kondisi perairan dimana set net akan dipasang
(topografi dasar, keadaan arus, pasang surut, dan gelombang).
Pengembangann
alat tangkap set net sebaiknya dilakukan di wilayah perairan Indonesia
bagian timur karena disamping alasan sumberdaya ikan yang masih tersedia
dan juga apabila dipasang dengan ukuran yang besar tidak terlalu
mengganggu arus pelayaran dan pengoperasian alat tangkap lain. Jika
dikembangkan di wilayah Indonesia timur tinggal memikirkan bagaimana
cara pemasaran hasil tangkapannya.
sumber